SOENATA TANDJUNG Gitarist Paling Sangar Di Jamannya Mantap Tinggalkan Musik Rock, Aktif dalam Pelayanan Gereja Suara anjing menyalak, m...
SOENATA TANDJUNG
Gitarist Paling Sangar Di Jamannya
Mantap Tinggalkan Musik Rock, Aktif dalam Pelayanan Gereja
Suara anjing menyalak, menyambut dari balik pagar putih rumah di sudut Jalan Sutorejo Timur. Tak berapa lama kemudian sang tuan rumah terlihat keluar dari dalam rumah. Sambil memberi kode anjing peliharaan bernama Bruno itu, dia membukakan pintu pagar.
Dialah Soenata Tanjung, sosok yang tidak asing lagi di belantika musik rock di Tanah Air, pentolan grup rock legendaris, AKA dan SAS. Sekelebat mata Tanjung memperhatikan foto yang terpampang di dinding ruang tamu.
Di dalam foto itu tampak Soenata Tanjung bersama dua rekannya dalam grup rock SAS, yaitu Arthur Kaunang dan Syech Abidin. Itulah satu-satunya foto kenangan yang terpajang di ruang tamu. Banyak koleksi foto ketika Soenata Tanjung masih aktif bermain musik bersama SAS dan AKA. Namun dia lupa di mana menyimpan foto-foto kenangan itu.
Ya, lupa. Tanjung memang mencoba melupakan masa di mana dia menjadi legenda hidupnya hingga kini. Meninggalkan hiruk-pikuk musik rock yang membesarkan namanya, Soenata Tanjung lebih banyak dan suka beraktivitas di Gereja Bethany. Baginya, panggung rock merupakan masa lalu. Kini, gitaris tersebut menatap masa depan dengan aktivitas pelayanannya kepada Tuhan.
”Saya tidak pernah berpikir sedikit pun untuk tampil lagi di atas panggung. Walaupun itu untuk reuni dengan teman-teman. Arthur (Arthur Kaunang) saat ini juga sibuk dalam pelayanan gereja,” kata Soenata Tanjung. Pria asal Bondowoso yang bernama lengkap Joshua Soenata Tanjung ini mengaku benar-benar meninggalkan panggung musik pada 1987.
Dia teringat tahun itu menggelar konser di Tuban. Di tengah konser, tiba-tiba sejumlah perangkat elektronik rusak. Setelah diperbaiki dan dianggap siap untuk dimainkan lagi, Soenata Tanjung pun memegang mikrofon dan gitar listriknya untuk melanjutkan penampilan. Namun tak disangka, Soenata Tanjung justru tersengat aliran listrik yang membuat tangan kirinya mendadak lumpuh.
Sejak itulah alumnus SMAK St Louis Surabaya itu tak bisa lagi bermain musik. Dia meminta SAS agar mencari penggantinya. Namun, permintaan ini dengan tegas ditolak Arthur Kaunang dan Syech Abidin. Bagi mereka, lebih baik SAS vakum ketimbang harus mengganti Soenata Tanjung. Setelah sembuh, Soenata Tanjung sempat kembali memperkuat SAS dan merilis album ”Metal Baja” karena terikat kontrak.
Setelah itu, dia total meninggalkan musik dan mengabdi di gereja. Perlahan, nama SAS tenggelam dari industri musik rock di Indonesia. Posisinya digantikan grup-grup rock generasi anyar, seperti Boomerang, Rif, Power Metal, dan lain-lain. Sempat dilanda putus asa akibat lumpuh, Soenata Tanjung perlahan bangkit. Doa dari para jemaat Gereja Bethany melecut semangatnya untuk kembali ”hidup”.
Dia mengenang sempat menolak ketika diminta bermain musik di gereja karena merasa lumpuh. Atas dorongan jemaat, perlahan dia mulai memainkan gitar. Ajaib, tangannya kembali bisa digerakkan. ”Pada awalnya capek sekali ketika menggerakkan tangan, tapi lama-kelamaan terbiasa. Setelah itu, saya rutin mengisi musik di gereja,” ujar Soenata Tanjung, sesekali meneguk air mineral di depannya.
Sosok Soenata Tanjung tak pernah menyesali apa yang telah keputusannya. Dia sangat bahagia telah dibukakan jalan untuk lebih dekat dengan Tuhannya. ”Saya tidak menyesali kejadian itu (kesetrum). Justru saya bersyukur karena setelah peristiwa itu, saya lebih dekat dengan Tuhan,” katanya. Menghela napas sejenak, Soenata Tanjung lalu meraih gitar bolong tak jauh dari tempat dia duduk.
Diletakkannya leher gitar pada tangan kiri, jemarinya diatur membentuk chord nada di atas fret . Sementara jemari tangan kanannya memetik dawai dengan sangat indah. Jarijemari Soenata Tanjung yang masih lincah menari di atas gitar menunjukkan kelas sang gitaris legendaris. Masih ada empat gitar listrik yang disimpan Soenata Tanjung.
Empat gitar yang menemaninya ketika menggelar konser di sejumlah daerah di Indonesia. Lalu....dia pun mulai bernyanyi ”Semuanya ini menimpamu, karena aku. Badai bulan Desember...Desember....”. Itulah petikan syair lagu berjudul ”Badai Bulan Desember”, yang dimainkan Soenata bersama grup AKA.
Pada usia yang kini menginjak 71 tahun, Soenata menghabiskan hari-harinya di gereja. Dia hanya libur pada Senin. Dia merasa ada ketenangan dan kebahagiaan batin ketika bisa melayani jemaat. Panggung musik, terutama musik rock, telah membawanya jauh dari ajaran Tuhan dan kini saatnya mendekat. Banyak juga musisi, tak hanya rock, yang beralih menjadi religius.
”Di Gereja Bethany, saya menulis lagulagu Kristiani beserta tangga nadanya sehingga itu akan mudah dimainkan,” tandas Soenata. Grup musik AKA merupakan akronim Apotek Kali Asin, sebuah apotek yang lokasinya berada di Jalan Basuki Rahmat, tepatnya di depan Menara BRI, Surabaya.
Grup ini dibentuk di Surabaya pada 23 Mei 1967 dengan formasi awal, Ucok Harahap (keyboard /vokal utama), Syech Abidin (drum/vokal), Soenata Tanjung (gitar utama/vokal), Harris Sormin (gitar/vokal), dan Peter Wass (bass). Peter Wass digantikan Lexy Rumagit karena cedera ketika granat yang disiapkan untuk aksi panggung grup rock Ogle Eyes di Lumajang tiba-tiba meledak dan melukainya.
Sejak 1969, Lexy Rumagit digantikan Arthur Kaunang. AKA akhirnya benar-benar bubar setelah Ucok memutuskan bersolo karier. Tiga personel tersisa lalu membentuk grup baru, SAS. Ini merupakan akronim huruf pertama nama personel di dalamnya, yaitu Soenata Tanjung, Artur Kaunang, dan Syech Abidin.
SAS merekam album pertama ”Baby Rock” pada 1976 yang berhasil menembus pasar musik Australia. Arthur memberi pengaruh yang kental pada SAS sehingga grup tersebut lebih condong pada aliran British Rock hingga Grand Funk. Sejak berdiri 1975 hingga bubar pada 1994, SAS telah menelurkan 13 album dan dua album the best .
Album terakhir adalah ”Metal Baja” yang rilis pada 1993. Soenata Tanjung merupakan salah satu legenda musisi rock yang masih hidup. Sebelumnya, Ucok Harahap meninggal pada 3 Desember 2009 pada usia 66 tahun setelah berjuang melawan kanker paru-paru. Pada 9 November 2013, Syech Abidin juga meninggal.
Credits https://www.facebook.com/groups/215697308619116/permalink/1331777240344445/
Gitarist Paling Sangar Di Jamannya
Mantap Tinggalkan Musik Rock, Aktif dalam Pelayanan Gereja
Suara anjing menyalak, menyambut dari balik pagar putih rumah di sudut Jalan Sutorejo Timur. Tak berapa lama kemudian sang tuan rumah terlihat keluar dari dalam rumah. Sambil memberi kode anjing peliharaan bernama Bruno itu, dia membukakan pintu pagar.
Dialah Soenata Tanjung, sosok yang tidak asing lagi di belantika musik rock di Tanah Air, pentolan grup rock legendaris, AKA dan SAS. Sekelebat mata Tanjung memperhatikan foto yang terpampang di dinding ruang tamu.
Di dalam foto itu tampak Soenata Tanjung bersama dua rekannya dalam grup rock SAS, yaitu Arthur Kaunang dan Syech Abidin. Itulah satu-satunya foto kenangan yang terpajang di ruang tamu. Banyak koleksi foto ketika Soenata Tanjung masih aktif bermain musik bersama SAS dan AKA. Namun dia lupa di mana menyimpan foto-foto kenangan itu.
Ya, lupa. Tanjung memang mencoba melupakan masa di mana dia menjadi legenda hidupnya hingga kini. Meninggalkan hiruk-pikuk musik rock yang membesarkan namanya, Soenata Tanjung lebih banyak dan suka beraktivitas di Gereja Bethany. Baginya, panggung rock merupakan masa lalu. Kini, gitaris tersebut menatap masa depan dengan aktivitas pelayanannya kepada Tuhan.
”Saya tidak pernah berpikir sedikit pun untuk tampil lagi di atas panggung. Walaupun itu untuk reuni dengan teman-teman. Arthur (Arthur Kaunang) saat ini juga sibuk dalam pelayanan gereja,” kata Soenata Tanjung. Pria asal Bondowoso yang bernama lengkap Joshua Soenata Tanjung ini mengaku benar-benar meninggalkan panggung musik pada 1987.
Dia teringat tahun itu menggelar konser di Tuban. Di tengah konser, tiba-tiba sejumlah perangkat elektronik rusak. Setelah diperbaiki dan dianggap siap untuk dimainkan lagi, Soenata Tanjung pun memegang mikrofon dan gitar listriknya untuk melanjutkan penampilan. Namun tak disangka, Soenata Tanjung justru tersengat aliran listrik yang membuat tangan kirinya mendadak lumpuh.
Sejak itulah alumnus SMAK St Louis Surabaya itu tak bisa lagi bermain musik. Dia meminta SAS agar mencari penggantinya. Namun, permintaan ini dengan tegas ditolak Arthur Kaunang dan Syech Abidin. Bagi mereka, lebih baik SAS vakum ketimbang harus mengganti Soenata Tanjung. Setelah sembuh, Soenata Tanjung sempat kembali memperkuat SAS dan merilis album ”Metal Baja” karena terikat kontrak.
Setelah itu, dia total meninggalkan musik dan mengabdi di gereja. Perlahan, nama SAS tenggelam dari industri musik rock di Indonesia. Posisinya digantikan grup-grup rock generasi anyar, seperti Boomerang, Rif, Power Metal, dan lain-lain. Sempat dilanda putus asa akibat lumpuh, Soenata Tanjung perlahan bangkit. Doa dari para jemaat Gereja Bethany melecut semangatnya untuk kembali ”hidup”.
Dia mengenang sempat menolak ketika diminta bermain musik di gereja karena merasa lumpuh. Atas dorongan jemaat, perlahan dia mulai memainkan gitar. Ajaib, tangannya kembali bisa digerakkan. ”Pada awalnya capek sekali ketika menggerakkan tangan, tapi lama-kelamaan terbiasa. Setelah itu, saya rutin mengisi musik di gereja,” ujar Soenata Tanjung, sesekali meneguk air mineral di depannya.
Sosok Soenata Tanjung tak pernah menyesali apa yang telah keputusannya. Dia sangat bahagia telah dibukakan jalan untuk lebih dekat dengan Tuhannya. ”Saya tidak menyesali kejadian itu (kesetrum). Justru saya bersyukur karena setelah peristiwa itu, saya lebih dekat dengan Tuhan,” katanya. Menghela napas sejenak, Soenata Tanjung lalu meraih gitar bolong tak jauh dari tempat dia duduk.
Diletakkannya leher gitar pada tangan kiri, jemarinya diatur membentuk chord nada di atas fret . Sementara jemari tangan kanannya memetik dawai dengan sangat indah. Jarijemari Soenata Tanjung yang masih lincah menari di atas gitar menunjukkan kelas sang gitaris legendaris. Masih ada empat gitar listrik yang disimpan Soenata Tanjung.
Empat gitar yang menemaninya ketika menggelar konser di sejumlah daerah di Indonesia. Lalu....dia pun mulai bernyanyi ”Semuanya ini menimpamu, karena aku. Badai bulan Desember...Desember....”. Itulah petikan syair lagu berjudul ”Badai Bulan Desember”, yang dimainkan Soenata bersama grup AKA.
Pada usia yang kini menginjak 71 tahun, Soenata menghabiskan hari-harinya di gereja. Dia hanya libur pada Senin. Dia merasa ada ketenangan dan kebahagiaan batin ketika bisa melayani jemaat. Panggung musik, terutama musik rock, telah membawanya jauh dari ajaran Tuhan dan kini saatnya mendekat. Banyak juga musisi, tak hanya rock, yang beralih menjadi religius.
”Di Gereja Bethany, saya menulis lagulagu Kristiani beserta tangga nadanya sehingga itu akan mudah dimainkan,” tandas Soenata. Grup musik AKA merupakan akronim Apotek Kali Asin, sebuah apotek yang lokasinya berada di Jalan Basuki Rahmat, tepatnya di depan Menara BRI, Surabaya.
Grup ini dibentuk di Surabaya pada 23 Mei 1967 dengan formasi awal, Ucok Harahap (keyboard /vokal utama), Syech Abidin (drum/vokal), Soenata Tanjung (gitar utama/vokal), Harris Sormin (gitar/vokal), dan Peter Wass (bass). Peter Wass digantikan Lexy Rumagit karena cedera ketika granat yang disiapkan untuk aksi panggung grup rock Ogle Eyes di Lumajang tiba-tiba meledak dan melukainya.
Sejak 1969, Lexy Rumagit digantikan Arthur Kaunang. AKA akhirnya benar-benar bubar setelah Ucok memutuskan bersolo karier. Tiga personel tersisa lalu membentuk grup baru, SAS. Ini merupakan akronim huruf pertama nama personel di dalamnya, yaitu Soenata Tanjung, Artur Kaunang, dan Syech Abidin.
SAS merekam album pertama ”Baby Rock” pada 1976 yang berhasil menembus pasar musik Australia. Arthur memberi pengaruh yang kental pada SAS sehingga grup tersebut lebih condong pada aliran British Rock hingga Grand Funk. Sejak berdiri 1975 hingga bubar pada 1994, SAS telah menelurkan 13 album dan dua album the best .
Album terakhir adalah ”Metal Baja” yang rilis pada 1993. Soenata Tanjung merupakan salah satu legenda musisi rock yang masih hidup. Sebelumnya, Ucok Harahap meninggal pada 3 Desember 2009 pada usia 66 tahun setelah berjuang melawan kanker paru-paru. Pada 9 November 2013, Syech Abidin juga meninggal.
Credits https://www.facebook.com/groups/215697308619116/permalink/1331777240344445/